Efek rumah kaca, yang pertama kali diusulkan oleh
Joseph Fourier pada 1824, merupakan proses pemanasan permukaan suatu benda
langit terutama planet atau satelit yang disebabkan oleh komposisi dan keadaan
atmosfernya.
Mars, Venus, dan benda langit beratmosfer lainnya
seperti satelit alami Saturnus, Titan ternyata juga memiliki efek rumah
kaca. Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda.
Efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah kaca
ditingkatkan yang terjadi akibat aktivitas manusia. Yang belakang diterima oleh
semua; yang pertama diterima kebanyakan oleh ilmuwan, meskipun ada beberapa
perbedaan pendapat. Matahari adalah sumber dari segala energi di bumi. Energi
cahaya matahari dirubah menjadi energi yang dapat menghangatkan ketika mencapai
permukaan bumi. Permukaan bumi akan menyerap sebagian panas matahari dan
memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra
merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap
terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara
lain uap air, CO2, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini.
Gas-gas ini menyerap dan memantulkannya kembali ke permukaan bumi, sehingga
panas dari gelombang radiasi tersebut tersimpan di permukaan bumi yang
menyebabkan meningkatnya suhu rata-rata tahunan bumi.
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh seluruh
penghuni bumi. Karena tanpa adanya efek rumah kaca, suhu permukaan bumi akan
sangat dingin. Suhu rata-rata planet bumi sudah meningkat sekitar 33°C menjadi
15°C dari suhu awal yang -18°C. Jika tidak ada efek rumah kaca ini maka
permukaan bumi akan tertutup oleh lapisan es, namun jika berlebihan maka akan
menyebabkan pemanasan global.
Penyebab
Ada tiga faktor utama tingginya emisi gas rumah kaca,
yakni kerusakan hutan dan lahan, penggunaan energi yang tidak ramah lingkungan
dan pembuangan limbah. Ini harus dikendalikan agar emisi gas rumah kaca bisa
diturunkan. Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon
dioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi
gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak,
batu bara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan
tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk menyerapnya. Energi yang masuk ke Bumi 25%
dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer, 25% diserap awan dan 45%
diserap permukaan bumi dan 5% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi
Dampak
Menurut perhitungan simulasi, efek rumah kaca telah
meningkatkan suhu rata-rata bumi 1-5 °C. Bila kecenderungan peningkatan gas
rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global
antara 1,5-4,5 °C sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2
di atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari
permukaan bumi diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan bumi
menjadi meningkat. Dunia telah kehilangan hampir 20 persen terumbu karangnya
akibat emisi karbon dioksida. Laporan yang dirilis Global Coral Reef Monitoring
Network ini merupakan upaya memberi tekanan atas peserta konferensi PBB
mengenai iklim agar membuat kemajuan dalam memerangi kenaikan suhu global. Jika
kecenderungan emisi karbon dioksida saat ini terus berlangsung, banyak terumbu
karang mungkin akan hilang dalam waktu 20 sampai 40 tahun mendatang, dan ini
akan memiliki konsekuensi bahaya bagi sebanyak 500 juta orang yang bergantung
atas terumbu karang untuk memperoleh nafkah mereka. Jika tak ada perubahan,
kita akan menyaksikan berlipatnya karbon dioksida di atmosfer dalam waktu
kurang dari 50 tahun. Karena karbon ini diserap, samudra akan menjadi lebih
asam, yang secara serius merusak sangat banyak biota laut dari terumbu karang
hingga kumpulan plankton dan dari udang besar hingga rumput laut. Saat ini,
perubahan iklim dipandang sebagai ancaman terbesar bagi terumbu karang. Ancaman
utama iklim, seperti naiknya temperatur permukaan air laut dan tingkatan
keasaman air laut, bertambah besar oleh ancaman lain termasuk pengkapan ikan
secara berlebihan, polusi dan spesies pendatang.
Pencegahan
Pencegahan
Penanaman satu miliar pohon per tahun bisa menurunkan
emisi gas rumah kaca, sehingga target 26 persen pada 2020 diharapkan bisa
tercapai. Penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sekitar 26 persen pada 2020
mendatang, antara lain melakukan upaya pengendalian kerusakan hutan, penggunaan
energi dan transportasi, serta pengolahan limbah. Penurunan gas rumah kaca di
Indonesia bisa diturunkan hingga 41 persen, bila mendapatkan dukungan dari luar
negeri. Kalau ada dukungan dari luar negeri, maka penurunan emisi bisa
bertambah 15 persen, sehingga bisa 41 persen penurunannya. Penting dilakukan
upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan, pengelolaan sistem jaringan
dan tata air, rehabilitasi hutan dan lahan, pemberantasan pembalakan liar,
pencegahan deforestasi dan pemberdayaan masyarakat. Penggunaan energi ramah
lingkungan dan transportasi yang efisien juga bisa membantu mengurangi emisi
gas rumah kaca. Kawasan Konservasi Mangrove ini sangat baik untuk membantu
penurunan emisi gas rumah kaca, selain merupakan elemen yang paling banyak berperan
dalam menyeimbangkan kualitas lingkungan dan menetralisir bahan-bahan pencemar.
0 komentar:
Posting Komentar