Rabu, 16 April 2014

Artikel

Diposting oleh Unknown di 05.53
DEMONSTRASI TOLAK TAMBANG PASIR BESI PASEBAN


     Kemarin pulang ke rumah dalam rangka mengurus keperluan pemberkasan CPNS (*aku ketrima CPNS dengan cara yang ajaib, kapan2 aja aku tulis). Dari Malang aku berangkat habis maghrib, nyampe di rumah kira-kira pukul setengah sebelas malam. Di rumah sudah banyak orang ngumpul, jarang banget jam segitu masih ada warga yang ngumpul-ngumpul di desaku. Dari ibu, aku tau kalo ternyata tanggal 17 Desember 2009, warga desaku telah sepakat untuk mengadakan aksi damai, berdemonstrasi ke Pemkab dan DPRD Jember, dengan satu tujuan menolak tambang pasir besi yang ijin eksploitasinya telah dikeluarkan oleh bupati jember, MZA Djalal.

     Desaku berbatasan langsung dengan pantai laut selatan, tapi ombak di pantainya relatif kurang begitu besar layaknya ombak yang ada di pantai laut selatan lainnya. Hal ini di karenakan adanya pulau kecil yang bernama Nusa Barong yang memecah hantaman ombak sebelum sampe ke pantai. Di pesisir pantai kurang lebih sepanjang 2 km dari bibir pantai, terhampar padang pasir (*pasir hitam, yang kemudian hari diketahui sebagai pasir besi) yang memiliki bukit-bukit pasir yang lazim disebut sebagai “Gumuk” oleh masyarakat desaku. Di bawah padang pasir itu, terletak lahan persawahan penduduk yang tiap tahunnya menghasilkan banyak padi. Pada tahun 1994, ketika ada tsunami yang melanda pesisir pantai selatan termasuk daerah Banyuwangi, Padang pasir inilah yang menyelamatkan penduduk desaku dari hantaman air laut.

     Masalah muncul ketika desaku dipimpin oleh Lurah ekstra-pemberani, Ali Shodiqin. Dia lumayan visioner tapi cenderung kebablasan, Dan puncaknya adalah dia menawarkan padang pasir di pesisir desaku kepada Pemkab, untuk di eksploitasi menjadi tambang pasir. Penawaran yang dia lakukan didukung oleh segenap anggota BPD pada saat itu. Tapi celakanya, dia tidak memperhatikan aspirasi masyarakatnya.

   Saat ini, kepemimpinan desa telah berganti, dipegang oleh Sunanjar (*lurah yang lemot, yang bahkan ketika berbicara dengan aku ga berani melihat mataku!!). Apesnya, surat ijin ekploitasi padang pasir desa keluar pada saat si Sunanjar ini memimpin. Langsung timbul reaksi masyarakat, menolak eksploitasi padang pasir menjadi tambang pasir besi oleh pemkab. Alasan penolakan cukup simpel:
  • padang pasir itu telah terbukti sebagai bendungan alami dari ganasnya ombak laut selatan.
  • adanya ketakutan abrasi air laut yang bakal tak terbendung jika eksploitasi tetap dijalankan, yang tentunya akan merusak lahan persawahan yang merupakan sumber mata pencaharian bagi mayoritas warga desa.
     Tapi ijin telah terlanjur dikeluarkan, dan nampaknya Bupati MZA Djalal terlalu pengecut untuk mencabut ijin tersebut. Hingga demo tanggal 17 kemarin hanya ditemui oleh kadisperindag kabupaten Jember.

Kaum “ndas putih” dan degradasi NU.

     Pada saat penawaran padang pasir desa, Lurah Ali Shodiqin didukung oleh anggota BPD. Nah, anggota BPD ini kebanyakan merupakan kaum “ndas putih”, para haji yang memiliki kedudukan struktural di NU ranting dan Majelis wakil cabang NU (MWC-NU). Dengan semakin kuatnya penolakan masyarakat terhadap eksploitasi padang pasir desa, penghormatan terhadap para haji ini juga semakin menurun. Bahkan ketika kemarin tanggal 17, massa yang berangkat menuju pemkab jember, meneriakkan kata-kata ancaman ketika melewati rumah-rumah para “ndas putih”. “Miskan (*nama salah seorang ndas putih) tak obong lek sampe pesisir di keruk!!”begitu kurang lebih ancaman yang dilontarkan massa (*bukan apa2, tapi warga desaku telah tiga kali membakar hidup2 maling yang ketangkap).

     Agak miris memang, dengan mayoritas warga NU, tapi tokoh2 struktural NU di desaku sudah tidak lagi di hormati dengan adanya kasus ini. Hanya tokoh2 NU non-struktural yang masih ditakzimi oleh warga desa. Suatu perkembangan yang berbahaya bagi NU tentunya. Jika tetap dilanjutkan, biayanya akan terlalu besar.

   Saat ini warga desaku telah terpecah menjadi dua kubu, mayoritas kubu menolak tambang pasir besi, dan minoritas pendukung tambang pasir besi. Di keluargaku sendiri telah tepecah dengan cukup tajam. Keluarga Budhe yang kebetulan berbesanan dengan salah satu “ndas putih” merupakan pendukung ekploitasi padang pasir, sedangkan pamanku, merupakan tokoh penolak paling keras bagi tambang pasir ini.
Bahkan masyarakat telah melakukan pemboikotan terhadap usaha para pendukung tambang pasir besi, ada yang boikot untuk tidak membeli di tokonya-lah, ada yang memboikot untuk tidak mau bekerja di lahan sawah “ndas putih”-lah, dan banyak macam cara boikot yang aku sendiri ga pernah mengira bakal terpikirkan oleh orang2 di desaku.
Jika Bupati MZA Djalal tetap bersikeras melanjutkan ekploitasi tambang pasir besi ini, ada dua kemungkinan yang bakal terjadi:
  1. Masyarakat akan semakin terpecah dan sangat mungkin akan terjadi konflik horisontal yang bisa berujung pada bentrok fisik.
  2. Akan terjadi perusakan terhadap fasilitas peralatan penambangan pasir besi oleh masyarakat.
Jadi intinya, sangat mahal harga yang harus di bayar MZA Djalal bagi berlangsungnya tambang pasir besi ini.

Aku bangga

    Tanggal 17 Desember merupakan hari yang amat bersejarah bagi desaku. Hari itu, kurang lebih 2/3 warga desa dengan sepakat dan kebulatan niat berangkat untuk berdemo ke kantor Pemkab jember. Semua pekerjaan ditunda untuk hari itu. Ga ada yang membiayai, bahkan untuk menyewa 30 truk bak terbuka, warga desa urunan!! yang kaya 50-20 ribuan, yang ga terlalu kaya 10 ribu. Bekal makanan masing-masing membawa sendiri. Tiap rumah, minimal satu orang yang ikut berdemo. Semua berkumpul di jalan desa untuk kemudia diangkut dengan truk sewaan menuju kantor Pemkab. Dan, ga seperti perkiraanku, DEMO BERJALAN DAMAI!!! luar biasa!! untuk ukuran warga desaku yang rata2 cuman lulusan SMP tentu amat jauh kalo dibandingkan demo ala mahasiswa di Makassar!! tertib, aman dan damai!!

     Suatu kebanggaan tersendiri menjadi anak yang dilahirkan di Paseban. Warganya bisa begitu bersatunya, bahkan rela berkorban demi mencapai satu tujuan: kedamaian desa, dan kelangsungan kehidupan anak cucu.
*aku ga berharap banyak dengan menulis hal ini, tapi yang jelas, aspirasi penolakan itu murni dari warga!! bukan seperti aksi pihak pendukung tambang yang mulutnya telah dijejali uang pihak kontraktor tambang!!!

0 komentar:

Posting Komentar

 

Sheila Nurvatisna Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review