PENCURI
Dulu ketika rumahnya
sederhana dan sekarang seketika menjadi rumah yang sangat megah . Perilaku
keluarga Pak Inggil menjadi berubah total ! Berada persis tepat di depan rumah
Bu Anis , rumah Pak Inggil kini berubah seperti istana di antara rumah-rumah
yang sederhana dan sangat sederhana dari para tetangganya .
Sebelum rumahnya
direnovasi , Pak Inggil dan istrinya sangat ramah dan menjaga hubungan baik
dengan para tetangganya , terlebih dengan keluarga Bu Anis yang rumahnya tepat
di depan rumah Pak Inggil . Begitu dekatnya hubungan bertetangga itu , sehingga mereka layaknya seperti keluarga
sendiri . Bila punya kelebihan makanan , Pak Inggil selalu menyuruh istrinya
membaginya pada Bu Anis . “Kasihan . Bu Anis sudah janda , sedang 4 anaknya
masih kecil-kecil . “ katanya . Bu Anis membalas kebaikan Pak Inggil dan
istrinya dengan sikap kekeluargaan yang tak kalah intimnya . Sering Bu Anis
membantu pekerjaan rumah Bu Yuli istri dari Pak Inggil tersebut tanpa pernah
meminta imbalan . Mulai dari mencuci baju , menyeterika , sampai mengepel
lantai pun pekerjaan itu dilakuin oleh Bu Anis .
Tapi Bu Yuli sangat
tahu kalau membantu bersih-bersih di rumah tetangga merupakan sumber nafkah Bu
Anis . Bu Yuli pun selalu memberi imbalan uang yang sangat pantas , sehingga
hubungan bertetangga mereka sangat mesra dan harmonis . Tapi sekarang ,
kemesraan dan keharmonisan itu sudah tiada . Rumah Pak Inggil yang sekarang
bertingkat dua dan megah seperti istana itu berpagar tinggi . Jangan lagi untuk
menjenguk ke dalam rumah yang megah itu , untuk melihat teras depannya saja
sekarang Bu Anis sudah tidak bisa lagi . Karena pagar rumah Pak Inggil sudah
ditutup dengan fiberglas warna hijau muda . Maka kini hubungan mereka sangatlah
jauh . Apalagi , sekarang Pak Inggil sudah memperkerjakan dua orang pembantu
untuk mengurus rumahnya .
Bu Anis juga para
tetangga lain , bisa memahami perubahan sikap Pak Inggil . Mereka memaklumi
bahwa keluarga Pak Iggil seperti keluarga Orang Kaya Baru yang biasanya memang
sombong . Para tetangga dan Bu Anis tak ambil peduli .
Tapi sore itu kuping Bu
Anis memanas , karena motor bebek yang dipakai Renal anak pertama dari Pak
Inggil menghilang . Mengetahui hal itu , dengan membuka pintu pagar yang sangat
lebar , Pak Inggil yang baru saja pulang kerja langsung berteriak-teriak .
“Makanya , Renal , kamu
itu jangan sembrono ! Nyimpan motor di luar pintu pagar , ya pasti dicolong
pencuri ! Sekarang ini banyak pencuri yang lalu lalang kesana kemari apalagi
orang yang di depan rumah kita ini !!!!! Ngerti kamu ? “
“ Ngerti Pak ,” jawab
Renal lirih .
“Kamu juga harus tau,”
tukas Pak Inggil pula . “ Banyak orang yang iri pada keluarga kita. Sehingga ,
orang yang tadinya baik , bisa jadi pencuri !”
Renal membisu .
Bu Anis , yang kala itu
sedang menyapu teras depan rumahnya , merasa tersinggung oleh kata-kata Pak
Inggil yang sepertinya sengaja dibidikkan kepadanya . Secara tidak langsung Pak
Inggil telah menudunya sebagai pencuri .
Segera Bu Anis meletakkan
sapunya . Tapi , ketika dia bergegas melangkah menghampiri rumah Pak Inggil ,
dengan tergesa dan menghentak Pak Inggil menutup pintu pagar depan rumahnya .
Sedang Bu Anis yang sudah terlanjur dibakar api kemarahan , dengan sedikit
kasar mengetuk-ngetuk pagar yang ditutupi fiberglas itu sambil berseru , “
Assalamualaikum!”
Terpaksa Pak Inggil
membuka pintu pagarnya dan segera
menghampiri Bu Anis .
“ Ada apa Bu ? “ tanya
Pak Inggil berlaga bego .
“ Pak Inggil menuduh
saya mencuri motor bebek Renal ? “ suara Bu Anis memburu .
“ Ah , siapa bilang ?
“Pak Inggil memasang mimik serius .
“ Saya dengar waktu Pak
Inggil tadi berteriak memarahi Renal ,” kata Bu Anis .
“ Ah , itu mungkin
hanya perasaan Bu Anis saja , “ suara Pak Inggil berubah menjadi santai dan
ramah . “Percaya Bu , saya nggak menuduh siapa-siapa . Saya hanya memarahi
Renal karena terlalu teledor menuruh motor bebeknya di depan rumah ini , kan
sekarang banyak orangi yang lalu lalang Bu lewat jalan depan rumah kita ini .
Jadi saya mana bisa menuduh orang sembarangan ? “
Bu Anis terdiam . Tak
mampu untuk membela diri lebih jauh . Lalu tanpa ijin dia pergi meninggalkan
halaman rumah Pak Inggil , walau di dalam hatinya masih tersimpan rasa kesal .
Sepeninggal Bu Anis ,
Pak Inggil menutup pintu pagar rumahnya sambil bergumam , “ Huh dasar orang
miskin , ada orang ngomong sedikit keras aja tersinggung !”
Akhir-akhir ini , sore
hari , sering kali pintu pagar depan rumah Pak Inggil terbuka lebar . Dan ,
beberapa kali ini juga Bu Anis secara tidak sengaja sering melihat Pak Inggil
tengah duduk melamun . Awalnya Bu Anis
menduga bahwa Pak Inggil kelelahan karena sering seharian bekerja . Tapi ,
belakangan Bu Anis curiga , ketika mulai ramai bahwa disiarkan di beberapa
saluran Tv , bahwa perusahaan milik Pak Inggil telah terbongkar mega korupsi .
Apakah Pak Inggil
terlibat di dalamnya ? Bukan hanya Bu Anis saja tetapi para tetangganya mulai
ramai berbisik-bisik tentang dugaan keterlibatan Pak Inggil . Dan , dugaan
mereka tersebut benar bahwa kenyataannya , ketika siaran berita di TV
menyebut-nyebut nama Pak Inggil terlibat di dalam mega korupsi itu .
Bu Anis menghela napas
puas . Sakit hatinya kini terbalaskan saat anaknya yang baru pulang dari
mengaji dirumah Ustadzah Lukman .
“ Makanya , Aura , kamu
belajar ngaji yang baik . Biar moralmu baik . Agar kalau besok-besok kamu jadi
pejabat , kamu nggak jadi pencui !”
Seakan-akan tahu kepada
siapa ucapan ibunya ditujukan, cepat Aura menukas “ Ah , kalau pejabat bukan
pencuri Bu , tapi korupsi !”
“Ah itu kan hanya
istilah !” teriak Bu Anis .
“ Tapi hakekatnya sama
saja , pencuri ! Banyak duit dari hasil mencuri saja sombong !”
Mendengar teriakan Bu
Anis , Pak Inggil segera menutup pintu pagar rumahnya . Pak Inggil terburu-buru
menutup rapat-rapat pintunya tersebut seakan-akan dia tahu bahwa teriakan itu
ditujukan kepada dirinya .
Melihat ucapannya
mengenai sasaran , Bu Anis dan Aura berpelukan sambil tersenyum penuh
kemenangan. Beberapa hari yang lalu sang Ibu memang telah bercerita kepadanya ,
bahwa dia akan melampiaskan dendamya kepada Pak Inggil .
Kini sakit hati itu
telah terbayar .
0 komentar:
Posting Komentar