Konon, dahulu kala wilayah ujung timur Pulau
Jawa yang alamnya begitu indah ini dipimpin oleh seorang raja yang bernama
Prabu Sulahkromo. Dalam menjalankan pemerintahannya ia dibantu oleh seorang
Patih yang gagah berani, arif, tampan bernama Patih Sidopekso. Istri Patih
Sidopekso yang bernama Sri Tanjung sangatlah elok parasnya, halus budi
bahasanya sehingga membuat sang Raja tergila- gila padanya. Agar tercapai
hasrat sang raja untuk membujuk dan merayu Sri Tanjung maka muncullah akal
liciknya dengan memerintah Patih Sidopekso untuk menjalankan tugas yang tidak
mungkin bisa dicapai oleh manusia biasa. Maka dengan tegas dan gagah berani,
tanpa curiga, sang Patih berangkat untuk menjalankan titah Sang Raja.
Sepeninggal Sang Patih Sidopekso, sikap tak senonoh Prabu Sulahkromo dengan
merayu dan memfitnah Sri Tanjung dengan segala tipu daya dilakukanya. Namun
cinta Sang Raja tidak kesampaian dan Sri Tanjung tetap teguh pendiriannya,
sebagai istri yang selalu berdoa untuk suaminya. Berang dan panas membara hati
Sang Raja ketika cintanya ditolak oleh Sri Tanjung.
Ketika Patih Sidopekso kembali dari misi
tugasnya, ia langsung menghadap Sang Raja. Akal busuk Sang Raja muncul,
memfitnah Patih Sidopekso dengan menyampaikan bahwa sepeninggal Sang Patih pada
saat menjalankan titah raja meninggalkan istana, Sri Tanjung mendatangi dan
merayu serta bertindak serong dengan Sang Raja. Tanpa berfikir panjang, Patih
Sidopekso langsung menemui Sri Tanjung dengan penuh kemarahan dan tuduhan yang
tidak beralasan.
Pengakuan Sri Tanjung yang lugu dan jujur
membuat hati Patih Sidopekso semakin panas menahan amarah dan bahkan Sang Patih
dengan berangnya mengancam akan membunuh istri setianya itu. Diseretlah Sri
Tanjung ke tepi sungai yang keruh dan kumuh. Namun sebelum Patih Sidopekso
membunuh Sri Tanjung, ada permintaan terakhir dari Sri Tanjung kepada suaminya,
sebagai bukti kejujuran, kesucian dan kesetiannya ia rela dibunuh dan agar
jasadnya diceburkan ke dalam sungai keruh itu, apabila darahnya membuat air
sungai berbau busuk maka dirinya telah berbuat serong, tapi jika air sungai
berbau harum maka ia tidak bersalah.
Patih Sidopekso tidak lagi mampu menahan diri,
segera menikamkan kerisnya ke dada Sri Tanjung. Darah memercik dari tubuh Sri
Tanjung dan mati seketika. Mayat Sri Tanjung segera diceburkan ke sungai dan
sungai yang keruh itu berangsur-angsur menjadi jernih seperti kaca serta
menyebarkan bau harum, bau wangi. Patih Sidopekso terhuyung-huyung, jatuh dan
ia jadi linglung, tanpa ia sadari, ia menjerit
"Banyu..... ... wangi............... . Banyu wangi ...
.." Banyuwangi terlahir dari bukti cinta istri pada suaminya.
ilayah ujung timur Pulau
Jawa yang alamnya begitu indah ini dipimpin oleh seorang raja yang bernama
Prabu Sulahkromo. Dalam menjalankan pemerintahannya ia dibantu oleh seorang
Patih yang gagah berani, arif, tampan bernama Patih Sidopekso. Istri Patih
Sidopekso yang bernama Sri Tanjung sangatlah elok parasnya, halus budi
bahasanya sehingga membuat sang Raja tergila- gila padanya. Agar tercapai
hasrat sang raja untuk membujuk dan merayu Sri Tanjung maka muncullah akal
liciknya dengan memerintah Patih Sidopekso untuk menjalankan tugas yang tidak
mungkin bisa dicapai oleh manusia biasa. Maka dengan tegas dan gagah berani,
tanpa curiga, sang Patih berangkat untuk menjalankan titah Sang Raja.
Sepeninggal Sang Patih Sidopekso, sikap tak senonoh Prabu Sulahkromo dengan
merayu dan memfitnah Sri Tanjung dengan segala tipu daya dilakukanya. Namun
cinta Sang Raja tidak kesampaian dan Sri Tanjung tetap teguh pendiriannya,
sebagai istri yang selalu berdoa untuk suaminya. Berang dan panas membara hati
Sang Raja ketika cintanya ditolak oleh Sri Tanjung.
Ketika Patih Sidopekso kembali dari misi
tugasnya, ia langsung menghadap Sang Raja. Akal busuk Sang Raja muncul,
memfitnah Patih Sidopekso dengan menyampaikan bahwa sepeninggal Sang Patih pada
saat menjalankan titah raja meninggalkan istana, Sri Tanjung mendatangi dan
merayu serta bertindak serong dengan Sang Raja. Tanpa berfikir panjang, Patih
Sidopekso langsung menemui Sri Tanjung dengan penuh kemarahan dan tuduhan yang
tidak beralasan.
Pengakuan Sri Tanjung yang lugu dan jujur
membuat hati Patih Sidopekso semakin panas menahan amarah dan bahkan Sang Patih
dengan berangnya mengancam akan membunuh istri setianya itu. Diseretlah Sri
Tanjung ke tepi sungai yang keruh dan kumuh. Namun sebelum Patih Sidopekso
membunuh Sri Tanjung, ada permintaan terakhir dari Sri Tanjung kepada suaminya,
sebagai bukti kejujuran, kesucian dan kesetiannya ia rela dibunuh dan agar
jasadnya diceburkan ke dalam sungai keruh itu, apabila darahnya membuat air
sungai berbau busuk maka dirinya telah berbuat serong, tapi jika air sungai
berbau harum maka ia tidak bersalah.
Patih Sidopekso tidak lagi mampu menahan diri,
segera menikamkan kerisnya ke dada Sri Tanjung. Darah memercik dari tubuh Sri
Tanjung dan mati seketika. Mayat Sri Tanjung segera diceburkan ke sungai dan
sungai yang keruh itu berangsur-angsur menjadi jernih seperti kaca serta
menyebarkan bau harum, bau wangi. Patih Sidopekso terhuyung-huyung, jatuh dan
ia jadi linglung, tanpa ia sadari, ia menjerit
"Banyu..... ... wangi............... . Banyu wangi ...
.." Banyuwangi terlahir dari bukti cinta istri pada suaminya.
0 komentar:
Posting Komentar